SUARA INDONESIA BONDOWOSO

Diadukan ke Polisi saat Laksanakan Kewenangannya, Ketua DPRD Bondowoso Tegaskan akan Terus Ungkap Kebenaran

Bahrullah - 23 March 2022 | 09:03 - Dibaca 683 kali
Pemerintahan Diadukan ke Polisi saat Laksanakan Kewenangannya, Ketua DPRD Bondowoso Tegaskan akan Terus Ungkap Kebenaran
H. Ahmad Dhafir Ketua DPRD Bondowoso saat memberikan pernyataan pers (Foto: Bahrullah/Suaraindonesia)

BONDOWOSO - H. Ahmad Dhafir Ketua DPRD Bondowoso bertekad akan terus mengungkap kebenaran walau pun diadukan ke polisi saat melaksanakan kewenangannya.

Ahmad Dhafir mengatakan, akan menyampaikan bukti-bukti yang selama ini membentuk pernyataannya tentang indikasi terjadinya jual beli jabatan yang disampaikan sebagai ketua DPRD saat acara Bakesbangpol pada pihak kepolisian. Ia akan membuktikan dengan data-data pendukung bahwa apa yang disampaikan tidak bohong.

" Makanya saya dari awal tertawa setelah pelaporan itu, kewenangan kok dilaporkan," kata Dhafir pada media, Selasa (22/3/2022).

Lebih lanjut, Ketua DPRD Bondowoso itu menerangkan, trias politika itu meliputi eksekutif, legislatif, yudikatif yang mempunyai kewenangan masing-masing seperti telah diatur dan dijamin oleh undang-undang.

" Negara kita ini negara demokrasi, dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat. Setiap masing-masing baik eksekutif, legislatif, dan yudikatif itu memiliki kewenangan," imbuhnya.

Ahmad Dhafir menjelaskan, seperti kewenangan yang diberikan pada DPRD, juga sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, yakni melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan, terutama terkait dengan pelaksanaan pemerintahan daerah.

Menurut Dhafir, pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah (Perda) dan peraturan bupati (Perbup) itu juga merupakan bagian dari kewenangan DPRD yang diatur oleh peraturan perundang-undangan.

Misalnya, bupati mempertanggungjawabkan terkait pelaksanaan pemerintahan pada DPRD, sebab program pemerintahan itu disusun bersama DPR.

"Contohnya, program pemerintahan yang disusun bersama dan dipertanggungjawabkan pada DPRD, seperti rapat-rapat badan anggaran, rapat-rapat OPD dengan komisi, LKPJ bupati perhitungan anggaran, itu dipertanggungjawabkan pada DPR. Sementara DPR bertanggung jawab pada rakyat" kata Dhafir.

Dia menjelaskan, kewenangan DPRD meliputi Legislasi, berkaitan dengan pembentukan peraturan daerah. Anggaran, Kewenangan dalam hal anggaran daerah (APBD) kabupaten/kota. Pengawasan, Kewenangan mengontrol pelaksanaan perda dan peraturan lainnya serta kebijakan pemerintah daerah.

" Fungsi pengawasan di dalamnya juga terdapat pertanyaan, pendapat, pernyataan, maka semuanya ketika ada kaitannya dengan DPRD disebut hak imunitas," imbahnya.

Menurutnya dia, DPRD menyampaikan pertanyaan, pendapat, pernyataan itu tidak hanya di dalam rapat, namun juga di luar rapat, tapi bukan rapat di luar.

" Makanya kalau saya menyampaikan Bondowoso marak jual jabatan, itu lah merupakan pendapat saya sebagai ketua DPRD. Pendapat, pernyataan, dan pertanyaan itu terbentuk karena diperoleh dari apa yang kita dengar, apa yang kita lihat atau apa yang kita baca," jelas Dhafir.

" Di saat saya dapat rekaman dan ini petunjuk awal yang seharusnya diperiksa dan ditindaklanjuti oleh APH terkait indikasi terjadinya jual beli jabatan, kemudian itu membentuk pendapat saya bahwa telah terjadi indikasi jual beli jabatan," sambung Dhafir.

Dia mengungkapkan, rekaman berisi konten suara petunjuk yang mengarah pada indikasi jual beli jabatan sudah diputar saat rapat di DPRD.

" Pada waktu itu Komisi I DPRD Bondowoso mengundang panitia seleksi (Pansel) Open Bidding 14 OPD, termasuk mengundang tim penilaian kinerja (TPK), sehingga waktu itu sempat saya tanyakan dan putar rekaman itu, satupun tidak ada yang membantah, maka fakta itu lah sebagian yang membentuk pendapat saya sebagai ketua DPRD," imbuhnya.

Dia mengatakan, meskipun salah atau benar terkait pendapat tersebut tetap dilindungi undang-undang, sebab itu lah yang dinamakan sebagai hak imunitas.

Kemudian, muncul statement Wabup Irwan, bahwa di Bondowoso marak jual beli jabatan.

" Saya bangga dengan pak Wabup, dia transparan, dia jujur. Pak Wabup mengatakan Bondowoso marak jual beli jabatan. DPRD sebagai pengawas, pelaksanaannya eksekutif, pimpinan eksekutif yang diawasi oleh DPR menyatakan marak terjadi jual beli jabatan, itu lah kemudian saya telepon pak Wabup," ujarnya.

"Ketika ditelepon, saya tanyakan, sabaca di media pak Wabup, katanya Bondowoso marak terjadi jual beli jabatan, pak Wabup menjawab, tidak pak ketua, yang ada jual jabatan. Pernyataan seperti itu kemudian membentuk pendapat saya sebagai ketua DPRD," tembahnya.

Menurutnya, indikasi terjadinya jual jabatan itu benar-benar ada, baik data dari rekaman, bukti transfer, dari pernyataan Wabup Irwan yang ditulis di media, dari pengakuan-pengakuan ASN dan pejabat OPD yang mengikuti open bidding.

" Tetapi apakah kemudian ketua DPRD harus membuktikan kebenaran itu ?, Soal pembuktian itu tugasnya penyidik APH, paling tidak ada bukti awal dari pernyataan DPRD," imbuhnya.

Dia menyatakan, menjalankan fungsi kontrol itu merupakan bagian tugas kewenangan DPRD sebagai representasi rakyat, karena pemerintahan ini dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Menurutnya, apa yang selama ini disampaikan itu merupakan amanah dari rakyat, sebab saat ini dirinya merupakan wakil rakyat, yang mewakili rakyat sebagai ketua DPRD.

" Kan tidak salah salah kemudian saya mempertanyakan pelaksanaan program pemerintah, karena rakyat memilih itu salah satunya tertarik dengan janji-janji politiknya," imbuhnya.

Diketahuinya, salah satu janji politik pemerintah saat ini untuk mewujudkan pemerintahan tanpa korupsi, tanpa Pungli, tapa jual beli jabatan.

Kemudian, janji politik itu tertuang dalam visi-misi yang dimasukan ke dalam RPJMD. Sementara RPJMD dibahas bersama dan disetujui oleh DPR, begitu disetujui, maka DPR juga mempunyai tanggung jawab ikut mengawal dan mengawasi bagaimana terlaksana program tersebut.

"Apa yang informasi saya sampaikan seharusnya menjadi pintu masuk ke APH. Karena informasi tentang marak jual beli jabatan itu juga dari Wabup Irwan sebagai bagian eksekutif pelaksana pemerintahan. Anehnya saya menyatakan pendapat sebagai ketua DPRD berdasarkan pernyataan Wabup tersebut diadukan ke polisi, seharusnya kalau memang itu salah, pak Wabup yang diadukan," ujarnya.

Menurutnya, pengaduan ke polisi ketiaka DPR melaksanakan kewenangannya merupakan bentuk pembungkaman terhadap fungsi kontrol DPRD.

" Bentuk pembungkaman ini, saya akan terus melawan," tutupnya.

Di lain sisi, Dr. Moh. Ali, S.H., M.H. Akademisi Fakultas Hukum Universitas Jember, mengatakan, apa yang dilakukan H. Ahmad Dhafir dalam rangka kegiatan resmi bertindak dalam kapasitas jabatannya sebagai Ketua DPRD Bondowoso itu diatur dalam undang-undang.

" Itu diatur dalam undang-undang Dasar 1945 pasal 20A ayat (3) dan Pasal 176 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa, anggota DPRD kabupaten/kota mempunyai hak imunitas," imbuhnya.

Dia menjelaskan, anggota DPRD kabupaten/kota tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakan, baik secara lisan maupun tertulis di dalam rapat DPRD kabupaten/kota ataupun di luar rapat yang berkaitan dengan fungsi serta tugas dan wewenangnya.

Selain itu, dia, juga diatur dalam Pasal 160 huruf f Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 yang menyatakan bahwa Anggota DPRD kabupaten/kota mempunyai hak mengajukan rancangan Perda Kabupaten/Kota, mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, memilih dan dipilih, membela diri, imunitas, mengikuti orientasi dan pendalaman tugas, protokoler; keuangan dan administratif.

Dia menjelaskan, peristiwa yang menjadi dasar laporan H. Ahmad Dhafir adalah kegiatan resmi bertindak dalam kapasitas jabatannya sebagai Ketua DPRD Bondowoso di hadapan peserta Pendidikan Pemahaman Politik Demokrasi sebagai narasumber atas undangan Bakesbangpol yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Darul Fikri Desa Jatisari Kecamatan Wringin Kabupaten Bondowoso.

" H. Ahmad Dhafir hadir dalam kapasitas dan melekat sebagai Ketua DPRD Bondowoso sehingga pernyataan yang diucapkan dalam acara resmi kedinasan termasuk dalam kategori yang diatur dalam Pasal 176 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yakni tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakan, baik secara lisan maupun tertulis di dalam rapat DPRD kabupaten/kota ataupun di luar rapat kabupaten/kota yang berkaitan dengan fungsi serta tugas dan wewenang DPRD kabupaten/kota," tutupnya.

» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta : Bahrullah
Editor : Bahrullah

Share:

Komentar & Reaksi

Berita Terbaru Lainnya