SUARA INDONESIA BONDOWOSO

Fraksi PKB Anggap Pj Sekda Tak Jujur Jelaskan Dasar Hukum Gerakan Bondowoso Bersedekah

Bahrullah - 06 January 2021 | 10:01 - Dibaca 460 kali
Pemerintahan Fraksi PKB Anggap Pj Sekda Tak Jujur Jelaskan Dasar Hukum Gerakan Bondowoso Bersedekah
Sutriono, Sekretaris Fraksi PKB DPRD Bondowoso (Foto Dokumen Sutriono)

BONDOWOSO- Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bondowoso, menganggap pernyataan Soekaryo Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah (Sekda) Bondowoso tidak jujur saat menjelaskan dasar hukum tentang kotak amal Gerakan Bondowoso Bersedekah.

Hal itu sebagaimana disampaikan oleh Sutriono, Sekretaris Fraksi PKB DPRD Bondowoso, kepada media sebagai respon terhadap pernyataan klarifikasi Pj Sekda Bondowoso soal Gerakan Bondowoso Bersedekah, Rabu (6/1/2021).

Sutriono menegaskan, pemda kurang jujur dan kurang utuh dalam memahami dan menerapkan dasar hukum terkait dengan PP 16 Tahun 2015 Pasal 8.

"Dalam isi Pasal 8 sudah jelas, bahwa seluruh hasil pengumpulan sumbangan masyarakat yang diterima oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota dikelola sesuai dengan mekanisme anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah," ujarnya.

Lebih lanjut, Sutriono menjelaskan, pada Pasal 27 Permensos, Nomor 15 Tahun 2017, ayat (1) Penerimaan Pengumpulan Sumbangan Masyarakat berbentuk uang oleh gubernur atau bupati/wali kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) disetorkan ke rekening yang ditetapkan dan telah mendapat persetujuan menteri yang menyelenggarakan urusan di bidang keuangan sebagai bagian dari penerimaan anggaran pendapatan dan belanja daerah.

"Pada ayat 2, Pengumpulan Sumbangan Masyarakat berbentuk uang sebagaimana dimaksud pada ayat 1, pendapatan itu harus dimasukkan ke dalam dokumen anggaran bendahara umum daerah sebagai pendapatan hibah langsung dalam negeri dalam bentuk uang dan di dalam dokumen Rencana Kerja Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah penyelenggara Pengumpulan Sumbangan Masyarakat sebagai pagu belanja/penggunaan bantuan sosial," ujarnya.

Sutri mengatakan, mekanisme anggaran tersebut, akan menghasilkan penyesuaian pagu belanja melalui revisi daftar isian pelaksanaan anggaran yang diajukan kepada kepala kantor direktorat jenderal perbendaharaan setempat untuk disahkan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara revisi anggaran.

Dalam hal Kuasa Pengguna Anggaran, menurut Sutriono, Permensos Nomor 15 Tahun 2017 pasal 27 angka 3 dan 4 mengamanahkan, bahwa Kuasa Pengguna Anggaran Pengumpulan Sumbangan Masyarakat dalam bentuk uang pada satuan kerja perangkat daerah yang menyelenggarakan Pengumpulan Sumbangan Masyarakat melakukan penyesuaian pagu belanja yang bersumber dari hibah langsung dalam bentuk uang pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran.

Sutriyono, kemudian menambahkan, ketentuan pada Pasal 11 angka 2, PP 16 tahun 2015 Bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dapat mendelegasikan kewenangannya kepada kepala satuan kerja perangkat daerah yang menangani urusan sosial di kabupaten/kota.

Dikatakan Sutriono, dalam Peraturan Bupati Bondowoso Nomor 42A Tahun 2019 juga jelas menjelaskan sumber dana Tape Manis, bahwa pada Pasal 10, menjelaskan 2 sumber pembiayaan Gerakan Tape Manis, pertama berasal dari APBN, APBD Prov/Kab, APBDes/Kelurahan. Kedua berasal dari sumber lain yang sah dan tidak mengikat salah satunya dari sumbangan masyarakat.

Sutriono mempertanyaan, apakah ketentuan PP 16 tahun 2015 pasal 11 angka (2) dan Permensos pasal 27 angka (1 dan 2) sudah dilaksanakan oleh pemkab, jika ketentuan tersebut tidak dipenuhi, pertanyaannya apakah kegiatan menarik sedekah itu sah atau ilegal, berdasarkan peraturan perundang undangan, karena setiap pasal dalam regulasi pasti memiliki hubung kait yang tidak terpisahkan sebagai satu kesatuan.

“Sebagai pejabat pembantu Bupati, seharusnya Bapak Sekda membaca aturan secara lengkap serta memberikan penjelasan yang jujur dan utuh kepada masyarakat," pungkas Sutriono.

Diberitakan sebelumnya, Soekaryo, Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah (Sekda) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bondowoso membantah jika kotak amal Gerakan Bondowoso Bersedekah disebut oleh Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai Pungutan Liar (Pungli).

Menurut Pj Sekda Soekaryo, sebenarnya kalau melihat definisi Pungli sendiri sama sekali apa yang Pemerintah Daerah (Pemda) lakukan berupa peletakan kotak amal di beberapa kantor-kantor itu sendiri sama sekali tidak memenuhi unsur tindak pidana pungli.

"Kalau unsur tindak pidana Pungli ini kan ada kecenderungan untuk memperkaya diri, ada kecenderungan dilakukan oleh seseorang atau lembaga dengan cara memaksa, dengan teknis dan perilaku dengan niat jahat, disinikan tidak ada sama sekali," kata Soekaryo Pj Sekda Bondowoso pada sejumlah awak media saat dikonfirmasi di kantornya, Selasa (5/1/2021).

Lebih lanjut, Soekaryo mengatakan, ada kotak amal di sini itu resmi, dan bahkan belum terkumpul hasilnya.

"Tentunya, kalau nanti sudah disetor ke Tape Manis, maka penyaluranya dilakukan dengan instansi terkait yang menangani untuk betul-betul disalurkan kepada orang miskin," ujarnya.

Sekda Soekaryo juga menegaskan, jika pengumpulan dana dengan kotak amal Gerakan Bondowoso Bersedekah sudah ada landasan aturannya, yang sesuai dengan Permensos nomor 15 Tahun 2017 tentang petunjuk teknis pengumpulan sumbangan masyarakat bagi penanganan fakir miskin, sesuai pasal 1 dan pasal 18.

Dia menjelaskan, pada pasal 1, disebutkan bahwa, pengumpulan sumbangan masyarakat secara tidak langsung diselenggarakan melalui kegiatan sosial dengan cara penempatan kotak sumbangan di tempat umum yang telah ditentukan.

Dia menjabarkan, pasal 18, pengumpulan sumbangan masyarakat secara tidak langsung melalui penempatan kotak sumbangan di tempat umum sesuai dengan tempat yang telah ditentukan," ujarnya.

Sementara, kata dia adanya kota amal Bondowoso Bersedekah itu juga sesuai dengan Peraturan Bupati (Perbup) nomor 42a Tahun 2019 tentang gerakan tanggap dan peduli masyarakat miskin Kabupaten Bondowoso.

"Jadi di kami sudah ada landasan aturannya, aturan yang diatasnya ada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 tahun 2015, tentang tata cara pengumpulan dan penggunaan sumbangan masyarakat bagi penangan fakir miskin. Turun ke bawah ada undang-undang Nomor 13 Tahun 2011, tentang penanganan fakir miskin. Kemudian dibreakdown lagi, ada Permensos dan di bawahnya lagi Peraturan Bupati. Kalau kita lihat indikator Puling tidak ada sama sekali, karena Pungli itu di luar aturan," tutupnya.

» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta : Bahrullah
Editor :

Share:

Komentar & Reaksi

Berita Terbaru Lainnya