SUARA INDONESIA BONDOWOSO

Enam Karomah Gus Dur: Dari Membelah Langit Hingga Membelah Diri Jadi Dua

Haerul Anwar - 10 August 2022 | 12:08 - Dibaca 137 kali
Artikel Enam Karomah Gus Dur: Dari Membelah Langit Hingga Membelah Diri Jadi Dua
Gus Dur memiliki karomah (Foto: @Boby13Candra)

SUARA INDONESIA - K.H. Abdurrahman Wahid yang akrab disapa Gus Dur, lahir di Jombang Jawa Timur dan wafat di Jakarta Tanggal 30 Desember Tahun 2009 di usia 69 tahun.

Ia adalah tokoh muslim Indonesia dan pemimpin politik yang menjadi Presiden Indonesia ke-4 dari Tahun 1999 hingga 2001.

Berikut beberapa kisah Karomah Gus Dur yang dikutip dari berbagai sumber, dan tentu belum banyak orang yang mengetahuinya.

Pertama, pertengahan Tahun 1999, kelompok Forum Demokrasi (Fordem) mengadakan rapat untuk mengganti Gus Dur yang saat itu menjadi pimpinan Fordem.

Anggota Fordem mengeluh lantaran Gus Dur dianggap tidak fokus pada Fordem dan lebih mementingkan partainya.

Akan tetapi sebelum diminta mundur, Gus Dur terlebih dahulu menyatakan mundur karena telah mendapat isyarat terkait hal itu.

Gus Dur berkata, “lagi pula kemarin, saya didatangi Mbah Hasyim (Pendiri NU) yang memberi tahu bahwa bulan Oktober ini saya akan jadi presiden. Jadi, saya tidak bisa terus di Fordem,” ungkapnya.

Kejadian ini seketika mengundang tawa yang mendengarnya, meski juga ada yang menganggap serius tentang ungkapan tersebut.

Dan tidak sedikit pula yang menganggapnya sudah tidak normal. Terlebih lagi pada waktu itu, nama Gus Dur belum muncul sebagai calon presiden.

Bahkan partai yang akan mengusungnya pun belum lahir. Namun, hal yang diungkapnya itu terbukti dengan benar.

Pada bulan Oktober Tahun 1999, ungkapan itu terbukti. Gus Dur menjadi Presiden Republik Indonesia ke-4.

Kedua, diceritakan bahwa K.H. Anang Faisal berkata, “ketika itu saya mendampingi Gus Dur dalam sebuah acara di Sumenep.”

“Selesai acara, saya berjalan di samping Gus Dur. Ketika ia hendak menuju mobil di tengah kerumunan banser yang mengawalnya dan di tengah kerumunan orang yang hendak bersalaman kepadanya”, imbuh K.H. Anang Faisal.

“Tiba-tiba, Gus Dur berkata setengah membisik kepada saya, “tolong beri jalan ada wanita mau bersalaman dengan saya”.

Seketika di tengah kerumunan, ada wanita paruh baya mendekat. Wanita itu berpakaian hitam ala jawa dan memakai konde.

K.H. Anang melanjutkan lagi, “saya pun menyuruh banser untuk memberi jalan saat wanita itu berada di hadapan Gus Dur”.

Gus Dur menunduk dan bersalaman kepada wanita tersebut. Setelah bersalaman, wanita itu pun menghilang di tengah kerumunan.

”Kemudian Ketika di mobil, Gus Dur berkata kepada saya, “Gus Anang, sampean tahu siapa wanita yang saya maksud tadi?”

“Wanita itu adalah ibunya Joko Tingkir. Saya tidak sempat sowan kepada beliau. Makanya beliau mendatangi saya ke sini”, tambah Gus Dur.

Ketiga, K.H. Abdul Moqsith Ghazali yang juga dikenal dekat dengan Gus Dur. Tatkala masih hidup menuturkan, “dahulu Gus Dur ditawari umur 90 tahun oleh malaikat.”

“Buat apa sih, umur panjang panjang? yang sedang saja lah, 69 tahun”, ucap Gus Dur. Akhirnya terbukti, Gus Dur wafat pada usia tersebut.

Hal tersebut disampaikan saat mengisi forum ilmiah tentang moderasi Islam di Bogor Jawa Barat.

Keempat, kisah dari K.H. Said Aqil Siradj M.A. Kala itu, beliau bersama Gus Dur di Madinah Al Munawwaroh. Setelah berziarah, beliau berdoa di Raudhah.

Malamnya, Gus Dur mengajak Kiai Said jalan-jalan ke masjid untuk mencari seorang wali.

Setelah muter-muter di masjid, Kiai Said bertemu dengan orang yang memakai surban. Posturnya tinggi dan sedang mengajar santrinya yang jumlahnya banyak.

Kiai Said berkata kepada Gus Dur, “apa ini yang sampean maksud, Gus?” “Bukan”, Jawab Gus Dur. Mereka pun mencari lagi.

Beberapa saat kemudian, mereka bertemu dengan orang yang memakai surban dengan jidat hitam. Gus Dur berkata “bukan ini, orangnya.”

Pencarian pun dilanjutkan. Akhirnya, Gus Dur menghentikan langkah di dekat orang yang memakai surban kecil yang biasa saja, sedang duduk di atas sajadah.

Barulah Gus Dur berkata, “ini lah wali.” Kemudian Kiai Said memperkenalkan diri dan tentu juga memperkenalkan Gus Dur pada wali tersebut dalam bahasa Arab.

“Syaikh, ini saya. Dan perkenalkan beliau adalah ustadz Abdurrahman Wahid, ketua organisasi Islam terbesar di Asia”, ucap Kiai Said.

Pencarian atas wali ini bertujuan untuk meminta doa kepada wali tersebut.

Wali ini pun berdoa untuk Gus Dur, “semoga diridhoi, diampuni hidupnya, dan sukses”, doa wali tersebut.

Setelah berdoa, wali tersebut pergi sambil menyeret sajadahnya dan berkata lirih, “dosa apa saya, sampai-sampai maqam (kedudukan) saya diketahui oleh orang.”

Dalam sebuah atsar perkataan ulama, dikatakan bahwa yang mengetahui kedudukan seorang wali hanyalah sesama wali itu sendiri.

Kelima, semasa menjadi Presiden Indonesia, Gus Dur sangat rajin menjalin silaturahmi dengan pemimpin negara lain.

Satu kebiasaan baik yang telah dikembangkan sejak sebelum ia menjadi presiden, yakni bersilaturrahmi dengan masyarakat.

Salah satu lawatan pentingnya adalah ke India pada awal Februari Tahun 2000, setelah melalui perjalanan panjang dari Eropa.

Di negeri yang dialiri Sungai Gangga ini, Gus Dur bertemu dengan perdana menteri India dan menerima gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Jawaharlal Nehru.

Perjalanan panjang dimulai dengan keliling Eropa dan pulangnya melewati India. Kemudian dilanjutkan ke Korea Selatan.

Rentetan perjalanan itu ditempuh menggunakan pesawat kepresidenan, yang tentu saja memiliki standar keamanan dan pelayanan yang terbaik untuk orang paling penting di Indonesia.

Ketika pesawat udara mendekati New Delhi, terdapat awan yang sangat gelap yang menutupi bandar udara, sehingga tidak mungkin untuk mendarat di Bandara Internasional Indira Gandhi, New Delhi.

Akhirnya, direncanakan untuk mendarat di bandara lain yang terdekat, sebagai alternatif bagi seorang presiden dengan jadwal yang sudah diatur secara ketat.

Kondisi itu tentu membuat rencana kegiatan menjadi berantakan, tidak sesuai jadwal.

Di tengah situasi mengecewakan tersebut, secara tiba-tiba terjadi sebuah fenomena alam yang sangat ajaib, di luar dugaan.

Seketika langit terbuka, sehingga pesawat Gus Dur bisa melewati awan hitam tersebut. Takjubnya lagi, saat pesawat berhasil mendarat, langit kembali tertutup awan hitam.

Peristiwa tersebut diceritakan langsung oleh pilot pesawat kepresidenan yang sedang bertugas. Sementara adik Gus Dur, Umar Wahid merasa sangat takjub dengan kejadian tersebut.

“Ini kebetulan atau tidak?" Kata adik Gus Dur. Namun, pilot tersebut mengatakan, sepanjang karirnya sebagai pilot, ia tidak pernah mengalami kondisi seperti itu.

Kondisi itu merupakan fenomena alam aneh yang baginya luar biasa dan tak akan terlupakan.

Keenam, sekitar Tahun 1994, saat Gus Dur sedang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Koja Jakarta Utara. Rumah sakit yang pada masa itu dipimpin oleh adik kandungnya, Umar Wahid.

Gus Dur sedang terbaring di kamar dengan dijaga oleh dua orang banser.

Seorang banser bertindak sebagai komandan bila malam hari, berjaga secara bergantian.

Nah, pada suatu ketika, seseorang yang bertindak sebagai komandan berkata pada temannya, “saya keluar sebentar, tolong jaga Pak Kiai dengan baik, tidak lama saya segera kembali.”

Banser yang diminta menjaga Gus Dur, menjawab dengan semangat, “siap”.

Sepeninggal temannya, dia pun segera masuk ke kamar perawatan dan duduk di sebelah Gus Dur yang sedang terbaring di atas tempat tidur.

Tidak berapa lama, Gus Dur terbangun dari tidurnya dan mengajak banser penjaga keluar mencari udara segar.

Sambil tertatih-tatih berjalan, Gus Dur mengajaknya berziarah ke makam Habib Husein Al Haddad di dekat pintu Pelabuhan Indonesia (Pelindo).

Makam tersebut hanya berjarak sekitar 400 meter di seberang jalan raya Pelabuhan atau di depan Rumah Sakit Koja.

Sang banser pun dengan setia mengikuti Gus Dur yang berjalan tertatih-tatih.

Seusai berziarah dan memanjatkan doa, sang banser dengan segera mengajak Gus Dur untuk kembali ke kamarnya.

Setelah Gus Dur kembali beristirahat dan tidur di kamarnya, dia pun keluar ruangan.

Namun alangkah kagetnya, ketika dia keluar ruangan, dia mendapati temannya yang tadi izin keluar sedang menunggunya.

Mukanya masam. laksana komandan yang menunggu laporan kekalahan dari bawahannya.

Dengan sedikit menghardik, sang banser yang berlaku sebagai komandan ini berkata, “dari mana saja kamu? disuruh jaga kok malah keluyuran seenaknya?”

Gelagapan, sang banser menjawab, “siap komandan, dari mengantar Pak Kiai tadi berziarah.”

“Jangan buat alasan yang aneh-aneh, saya hanya pergi sebentar tadi, lalu Kembali. Dari tadi, saya lihat Pak Kiai tidur di dalam, sedangkan kamu tidak ada”, ucap sang komandan banser.

Mereka berdua berdebat dan bersitegang tentang penglihatan dan apa yang dialaminya.

“Kisah ini sangat nyata dan dialami oleh teman-teman banser di Jakarta Utara” tutur K.H. Miftahul Falah salah seorang tokoh NU Jakarta Utara.

(Anwar/Rul)***


» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta : Haerul Anwar
Editor : Bahrullah

Share:

Komentar & Reaksi

Berita Terbaru Lainnya